“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu” Efesus 5:23-24
Pada waktu digereja (homili), pertanyaan mengelitik dari romo yang selalu terngiang-giang di telingaku adalah “Kenapa orang jaman dulu perkawinannya bisa awet padahal kebanyakan dari mereka adalah hasil dari penjodohan, tapi kenapa jaman sekarang sudah mencari sendiri tapi malah banyak yang cerai?” Aku jadi teringat akan pernikahan papa dan mama yang juga merupakan hasil dari penjodohan dimana papa adalah teman kelas dari kakak mama. Selama perkawinan mereka, tidak pernah sekalipun aku melihat papa memukul ataupun memaki mama, bahkan kami sebagai anaknya pun tidak pernah melihat mereka bertengkar didepan mata sehingga tidak tahu kapan mereka bertengkar. Mereka bukan pasangan yang kelihatan mesra, tidak pernah sekalipun pegangan tangan, tapi aku tahu mereka saling menyayangi meskipun mereka jarang meluangkan waktu untuk berduaan.
Seingatku sewaktu kecil kami sekeluarga selalu meluangkan waktu bersama-sama, papa dan mama naik sepeda dan kami anak-anaknya duduk dibelakang sepeda, hari Sabtu dan Minggu biasanya digunakan untuk nonton video dirumah. Setiap liburan kami selalu jalan-jalan keluar kota walaupun kadang hanya piknik dipinggir danau bersama keluarga teman – teman mereka (sesuatu yang jarang sekali dilakukan pada jaman sekarang).
Beranjak SMP, siang hari mama sibuk dengan salonnya, belanja ke pasar, masak makan siang dan malam (seperti ibu RT kebanyakan). Sedangkan papa sibuk dengan tokonya. Malam hari kegiatan yang selalu dilakukan papa adalah membaca koran sedangkan mama mengajar kami mengerjakan PR dan terkadang memasak kue. Mereka jarang sekali duduk berdua meluangkan waktu untuk ngobrol.SMA dan kuliah, aku sudah diluar kota tapi setiap pulang aku selalu melihat mereka melakukan hal yang sama dan ditambah dengan jalan-jalan ikut tur dimana papa selalu berduaan dengan mama.
Pada waktu mama menoupause adalah yang hal terberat karena mama sangat kesepian, kadang dia sampai mengajak anak saudara yang masih kecil untuk menginap di rumah, dan selalu mengeluh tidak bisa tidur dan kakinya sakit. Dia juga menjadi malas mandi dan dandan. Tapi papa tidak pernah mempersoalkannya, malahan papa yang mengguntingkan kuku jari tangan dan kaki mama. Setiap sore pulang dari toko, papa mengangkat baju-baju yang sudah kering dari jemuran dan setiap habis makan papa selalu membersihkan piring serta membuangkan sampah. Karena mama menopause kakinya pun mulai keropos. Setiap tahun papapun menemani mama medical check up, memasangkan kaki besi untuk mama dan malah membuatkan kamar dibawah untuk tidur siang (merelakan sebagian garasi mobil diubah jadi kamar) dan merombak kamar mandi dengan mengganti klosetnya agar mama mudah ke kamar kecil. Mama juga menjadi lebih sensitif karena merasa dirinya sudah tidak cantik dan papa yang biasanya tidak ada romantis-romantisnya, disaat itu mendadak jadi romantis dengan mengatakan “masih cantik seperti dulu”.
Pada tahun 2002 mama meninggal mendadak (1 minggu sebelum ulang tahunnya ke 50), pada saat pulang aku kaget karena biasanya papa gendut mendadak jadi kurus dan 1 pertanyaan dari papa (2 hari setelah meninggal mama) yang terasa membuatku sedih adalah, “Kenapa kamu selalu doain mama setiap hari supaya sembuh, tapi kog malah dipanggil Tuhan?” (Pada waktu itu papa masih belum mengenal Yesus). Dalam suasana sedih itu sulit memikirkan jawaban yang tidak membuat papa sedih untung juga adikku bisa memberi penghiburan, katanya “Di Surga tidak ada sakit penyakit, jadi mama tidak perlu tiap hari bilang sakit kaki, tidak bisa tidur."
Sekarang sudah 8 tahun mama meninggal, hidup papa setiap hari diisi dengan ke toko dan naik sepeda, masih jalan-jalan tiap tahun dan berita menggembirakan adalah papa menjadi katolik 3 tahun setelah kematian mama.
Banyak yang berkata bahwa cinta barulah diuji sesungguhnya pada saat pasangan sudah menjadi tua dan kita masih mampu tetap berada disisinya walaupun pasangan tersebut sudah tidak bisa melayani kita.
True story Written by: Linda